(Riwayat Ibn Majah)

"Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim."

Orang yang berjaya datangnya daripada minda yang cekap dan cergas, ditimbang oleh hati nurani yang berhikmah dan didokong oleh jasad jasmani yang sihat

Khamis, 30 Jun 2011

Secara Asal, Air itu suci dan mensucikan


Hadits 2:



عَنْ أبي سَعيدٍ الخُدْرِيِّ – رضي الله عنه- قالَ : قالَ رَسُولُ الله – صلي الله عليه و سلم- : ((إِنَّ المَاءَ طَهُوْرٌ لا يُنَجِّسُهُ شَيءٌ))
أخرجه الثلاثة, صححه أحمد.

Dari Abu Sa'id Al Khudriy radiyallahu 'anhu, beliau berkata, rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya air itu thohur (suci dan mensucikan), tidak ada sesuatupun yang dapat menajiskannya". Dikeluarkan oleh Imam yang tiga, dan Imam Ahmad menshahihkannya.

Darjat hadits:


Hadits ini shahih
.
  • Hadits ini juga dinamakan "hadits bi'ru bidho'ah". Imam Ahmad berkata, "hadits bi'ru bidho'ah ini shahih”.
  • Imam At Tirmidzi berkata "hasan".
  • Abu Usamah menganggap hadits ini baik. Hadits ini telah diriwayatkan dari Abu Sa'id dan selainnya dengan jalur lain.
  • Disebutkan di dalam "at Talkhish" bahwa hadits ini dishahihkan oleh Ahmad, Yahya bin Mu'in, dan Ibnu Hazm.
  • Al-Albani berkata, "periwayat pada sanadnya adalah periwayat Bukhori dan Muslim kecuali Abdullah bin Rofi'. Al Bukhori berkata, "keadaannya majhul", akan tetapi hadits ini telah dishahihkan oleh imam-imam sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
  • Hadits ini adalah hadits yang masyhur (dikenal) dan diterima oleh para imam.
  • Syaikh Shodiq Hasan di kitab Ar-Raudah, "Telah tegak hujjah dengan pen-shahih-an oleh sebagian imam . Telah dishahihkan juga (selain yang telah disebutkan di atas) oleh Ibnu Hibban, Al Hakim, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Taimiyah, dll. Walaupun Ibnul Qothon mencacati hadits ini dengan majhulnya riwayat dari Abu Sa'id, akan tetapi pencacatan oleh satu orang Ibnul Qothon tidak dapat melawan penshahihan oleh imam-imam besar (yang telah disebutkan di atas).

Kosa Kata:


  • Kata طهور (Thohur), artinya suci substansinya dan dapat mensucikan selainnya.

  • Kata لا ينجسه شيء (Laa yunajjisuhu syai-un) = tidak ada yang sesuatupun yang dapat menajiskannya. Perkataan ini dimuqoyyad-kan (diikat) dengan syarat yaitu sesuatu (najis) tersebut tidak mengubah salah satu dari tiga sifat air, yaitu bau, rasa, dan warna.

Hadits 3:

و عَنْ أبي أمَامََةَ الباهِِلي - – رضي الله عنه- قالَ : قالَ رَسُولُ الله – صلي الله عليه و سلم-
: ((إِنَّ المَاءَ لا يُنَجِّسُهُ شَيءٌ, إلاَّ ما غَلَبَ عَلىَ رِيحهِ و طَعّمِهِ و لَوْنِهِ ))

أخرجَهُ ابنُ مَاجح, و ضعَّفَهُ أبُو حاتِم. و للبيهاقي :
((المَاءُ طَاهِرٌ إلاَّ إنْ تَغَيَّرَ رِيحُهُ أَوْ طَعمُهُ أو لَوْنُهُ بِنَجَاسَةٍ تَحْدُثُ فِيهِ))


Dari Abu Umamah Al Baahiliy radiyallahu 'anhu beliau berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya air tidak ada sesuatupun yang dapat menajiskannya, kecuali yang mendominasi (mencemari) bau, rasa, dan warnanya". Dikeluarkan oleh Ibnu Majah, didhoifkan oleh Abu Hatim. Dalam riwayat Al Baihaqi, "Air itu thohur (suci dan mensucikan) kecuali jika air tersebut berubah bau, rasa, atau warna oleh najis yang terkena padanya."

Darjat Hadits:


  • Bagian pertama hadits adalah shahih, sedangkan bagian akhirnya adalah dho’if. Ungkapan "Sesungguhnya air tidak ada sesuatupun yang menajiskannya" telah ada dasarnya di hadits bi'ru bidho'ah (hadits 2).

  • Adapun lafadz tambahan “kecuali yang mendominasi (mencemari) bau, rasa, dan warnanya”, Imam an Nawawi berkata, "para ahli hadits bersepakat atas ke-dho'if-an lafadz ini, karena di dalam isnadnya ada Risydain bin Sa'ad yang disepakati ke-dho'if-an-nya. Akan tetapi, Ibnu Hibban di dalam shahihnya menukil adanya ijma' ulama untuk mengamalkan maknanya.
    Shodiq berkata di kitab Ar-Raudhoh, "Para ulama bersepakat terhadap dho'ifnya tambahan ini, akan tetapi ijma' ulama mengakui kandungan maknanya".

Faedah Hadits (2 dan 3):


  1. Kedua hadits ini menunjukkan bahwa, secara asal, air adalah suci dan mensucikan, tidak ada sesuatupun yang dapat menajiskannya.

  2. Kemutlakan ini dimuqoyyadkan (diikat) dengan syarat yaitu sesuatu (najis) tersebut tidak mengubah bau, rasa, atau warna air, jika berubah maka air tersebut ternajisi (menjadi najis), baik air tersebut sedikit ataupun banyak.

  3. Yang meng-muqoyyad-kan kemutlakan ini adalah ijma' umat islam bahwa air yang berubah oleh najis, maka air tersebut ternajisi (menjadi najis), baik air tersebut sedikit ataupun banyak.
    Adapun lafadz tambahan yang datang pada hadits Abu Umamah maka itu dho'if, tidak tegak hujjah dengannya, akan tetapi:
    • Imam An-Nawawi berkata, "para ulama telah ijma' terhadap hukum dari lafadz tambahan ini".

    • Ibnu Mundzir berkata, "Para ulama ijma' bahwa air yang sedikit ataupun banyak jika terkena najis dan mengubah rasa, warna, atau bau air tersebut, maka air tersebut ternajisi (menjadi najis).

    • Ibnul Mulaqqin berkata, "terlepas dari kedhoifan tambahan (yang mengecualikan) tersebut, ijma’ dapat dijadikan hujjah sebagaimana yang dikatakan oleh Imam As Syafi'i dan Al Baihaqi, dan selain keduanya.
      Syaikhul Islam berkata, "Apa yang telah menjadi ijma' oleh kaum muslimin maka itu berdasarkan nash, kami tidak mengetahui satu masalahpun yang telah menjadi ijma' kaum muslimin tetapi tidak berdasarkan nash.


Sumber : kitab Taudhihul Ahkam min Bulughil Marom karya Syaikh Abdullah Al Bassam

0 ulasan:

Catat Ulasan

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Facebook Themes